• Jelajahi

    Copyright © Hukum Maritim
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    UNDANG UNDANG NO 17 TAHUN 2008 BAB VII KEPELABUHAN

    Senin, 27 Maret 2023, 05:17 WIB Last Updated 2023-03-27T08:04:03Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

     


    BAB VII
    KEPELABUHANAN

    Bagian Kesatu
    Tatanan Kepelabuhanan Nasional

    Paragraf 1
    Umum

    Pasal 67

    1.     Tatanan Kepelabuhanan Nasional diwujudkan dalam rangka penyelenggaraan pelabuhan yang andal dan berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi, dan mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah yang ber-Wawasan Nusantara.

    2.     Tatanan Kepelabuhanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem kepelabuhanan secara nasional yang menggambarkan perencanaan kepelabuhanan berdasarkan kawasan ekonomi, geografi, dan keunggulan komparatif wilayah, serta kondisi alam.

    3.     Tatanan Kepelabuhanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

    a.     peran, fungsi, jenis, dan hierarki pelabuhan;

    b.    Rencana Induk Pelabuhan Nasional; dan

    c.      lokasi pelabuhan.

    Paragraf 2
    Peran, Fungsi, Jenis, dan Hierarki Pelabuhan

    Pasal 68

    Pelabuhan memiliki peran sebagai:

    a.     simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;

    b.    pintu gerbang kegiatan perekonomian;

    c.      tempat kegiatan alih moda transportasi;

    d.    penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;

    e.     tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan

    f.       mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.

    Pasal 69

    Pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan:

    a.     pemerintahan; dan

    b.    pengusahaan.

    Pasal 70

    1.     Jenis pelabuhan terdiri atas:

    a.     pelabuhan laut; dan

    b.    pelabuhan sungai dan danau.

    2.     Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mempunyai hierarki terdiri atas:

    a.     pelabuhan utama;

    b.    pelabuhan pengumpul; dan

    c.      pelabuhan pengumpan.

    Paragraf 3
    Rencana Induk Pelabuhan Nasional

    Pasal 71

    1.     Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) huruf b merupakan pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian, pengembangan pelabuhan, dan penyusunan Rencana Induk Pelabuhan.

    2.     Rencana Induk Pelabuhan Nasional disusun dengan memperhatikan:

    a.     Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;

    b.    potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;

    c.      potensi sumber daya alam; dan

    d.    perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional.

    3.     Rencana Induk Pelabuhan Nasional memuat:

    a.     kebijakan pelabuhan nasional; dan

    b.    rencana lokasi dan hierarki pelabuhan.

    4.     Menteri menetapkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.

    5.     Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

    6.     Dalam hal terjadi perubahan kondisi lingkungan strategis akibat bencana yang ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

    Paragraf 4
    Lokasi Pelabuhan

    Pasal 72

    1.     Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional.

    2.     Lokasi pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan.

    Pasal 73

    1.     Setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan.

    2.     Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan:

    a.     Rencana Induk Pelabuhan Nasional;

    b.    Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;

    c.      Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;

    d.    keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi pelabuhan;

    e.     kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan; dan

    f.       keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal.

    Pasal 74

    1.     Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) meliputi rencana peruntukan wilayah daratan dan rencana peruntukan wilayah perairan.

    2.     Rencana peruntukan wilayah daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasar pada kriteria kebutuhan:

    a.     fasilitas pokok; dan

    b.    fasilitas penunjang.

    3.     Rencana peruntukan wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasar pada kriteria kebutuhan:

    a.     fasilitas pokok; dan

    b.    fasilitas penunjang.

    Pasal 75

    1.     Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dilengkapi dengan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan.

    2.     Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan koordinat geografis untuk menjamin kegiatan kepelabuhanan.

    3.     Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan, terdiri atas:

    a.     wilayah daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang; dan

    b.    wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur-pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan.

    4.     Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan merupakan perairan pelabuhan di luar Daerah Lingkungan Kerja perairan yang digunakan untuk alur-pelayaran dari dan ke pelabuhan, keperluan keadaan darurat, pengembangan pelabuhan jangka panjang, penempatan kapa mati, percobaan berlayar, kegiatan pemanduan, fasilitas pembangunan, dan pemeliharaan kapal.

    5.     Daratan dan/atau perairan yang ditetapkan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikuasai oleh negara dan diatur oleh penyelenggara pelabuhan.

    6.     Pada Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan yang telah ditetapkan, diberikan hak pengelolaan atas tanah dan/atau pemanfaatan perairan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 76

    1.     Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan untuk pelabuhan laut ditetapkan oleh:

    a.     Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul setelah mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota akan kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota; dan

    b.    gubernur atau bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan.

    2.     Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan untuk pelabuhan sungai dan danau ditetapkan oleh bupati/walikota.

    Pasal 77

    Suatu wilayah tertentu di daratan atau di perairan dapat ditetapkan oleh Menteri menjadi lokasi yang berfungsi sebagai pelabuhan, sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota serta memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan lingkungan.

    Pasal 78

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara penetapan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Bagian Kedua
    Penyelenggaraan Kegiatan di Pelabuhan

    Paragraf 1
    Umum

    Pasal 79

    Kegiatan pemerintahan dan pengusahaan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 diselenggarakan secara terpadu dan terkoordinasi.

    Paragraf 2
    Kegiatan Pemerintahan di Pelabuhan

    Pasal 80

    1.     Kegiatan pemerintahan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 meliputi:

    a.     pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan;

    b.    keselamatan dan keamanan pelayaran; dan/atau

    c.      kepabeanan;

    d.    keimigrasian;

    e.     kekarantinaan.

    2.     Selain kegiatan pemerintahan di pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat kegiatan pemerintahan lainnya yang keberadaannya bersifat tidak tetap.

    3.     Pengaturan dan pembinaan, pengendalian, Dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh penyelenggara pelabuhan.

    4.     Fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Syahbandar. ngsi kepabeanan, keimigrasian, dan kekarantinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Paragraf 3
    Penyelenggara Pelabuhan

    Pasal 81

    1.     Penyelenggara pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) yaitu terdiri atas:

    a.     Otoritas Pelabuhan; atau

    b.    Unit Penyelenggara Pelabuhan.

    2.     Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibentuk pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial.

    3.     Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dibentuk pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.

    4.     Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat merupakan Unit Penyelenggara Pelabuhan Pemerintah dan Unit Penyelenggara Pelabuhan pemerintah daerah.

    Pasal 82

    1.     Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) huruf a dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Menteri.

    2.     Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) huruf b dibentuk dan bertanggung jawab kepada:

    a.     Menteri untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan Pemerintah; dan

    b.    gubernur atau bupati/walikota untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan pemerintah daerah.

    3.     Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) dibentuk untuk 1 (satu) atau beberapa pelabuhan.

    4.     Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berperan sebagai wakil Pemerintah untuk memberikan konsesi atau bentuk lainnya kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang dituangkan dalam perjanjian.

    5.     Hasil konsesi yang diperoleh Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan pendapatan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    6.     Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) huruf a dalam pelaksanaannya harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah.

    Pasal 83

    1.     Untuk melaksanakan fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) huruf a Otoritas Pelabuhan mempunyai tugas dan tanggung jawab:

    a.     menyediakan lahan daratan dan perairan pelabuhan;

    b.    menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan;

    c.      menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;

    d.    menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;

    e.     menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;

    f.       menyusun Rencana Induk Pelabuhan, serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;

    g.     mengusulkan tarif untuk ditetapkan Menteri, atas penggunaan perairan dan/atau daratan, dan fasilitas pelabuhan yang disediakan oleh Pemerintah serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    h.    menjamin kelancaran arus barang.

    2.     Selain tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Otoritas Pelabuhan melaksanakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan.

    Pasal 84

    Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 Otoritas Pelabuhan mempunyai wewenang:

    a.     mengatur dan mengawasi penggunaan lahan daratan dan perairan pelabuhan;

    b.    mengawasi penggunaan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;

    c.      mengatur lalu lintas kapal ke luar masuk pelabuhan melalui pemanduan kapal; dan

    d.    menetapkan standar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan.

    Pasal 85

    Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) diberi hak pengelolaan atas tanah dan pemanfaatan perairan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 86

    Aparat Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan merupakan pegawai negeri sipil yang mempunyai kemampuan dan kompetensi di bidang kepelabuhanan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

    Pasal 87

    Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) huruf b mempunyai tugas dan tanggung jawab:

    a.     menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur-pelayaran;

    b.    menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;

    c.      menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;

    d.    memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;

    e.     menyusun Rencana Induk Pelabuhan, serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;

    f.       menjamin kelancaran arus barang; dan

    g.     menyediakan fasilitas pelabuhan.

    Pasal 88

    1.     Dalam mendukung kawasan perdagangan bebas dapat diselenggarakan pelabuhan tersendiri.

    2.     Penyelenggaraan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kawasan perdagangan bebas.

    3.     Pelaksanaan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran pada pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

    Pasal 89

    Ketentuan lebih lanjut mengenai Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Paragraf 4
    Kegiatan Pengusahaan di Pelabuhan

    Pasal 90

    1.     Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan dan jasa terkait dengan kepelabuhanan.

    2.     Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang.

    3.     Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

    a.     penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;

    b.    penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih;

    c.      penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau kendaraan;

    d.    penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas;

    e.     penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;

    f.       penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan Ro-Ro;

    g.     penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;

    h.    penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang; dan/atau

    i.        penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.

    4.     Kegiatan jasa terkait dengan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan yang menunjang kelancaran operasional dan memberikan nilai tambah bagi pelabuhan.

    Pasal 91

    1.     Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan sesuai dengan jenis izin usaha yang dimilikinya.

    2.     Kegiatan pengusahaan yang dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan untuk lebih dari satu terminal.

    3.     Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) pada pelabuhan yang belumdiusahakan secara komersial dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan.

    4.     Dalam keadaan tertentu, terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya pada pelabuhan yang diusahakan Unit Penyelenggara Pelabuhan dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan perjanjian.

    5.     Kegiatan jasa terkait dengan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) dapat dilakukan oleh orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha.

    Pasal 92

    Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) dilakukan berdasarkan konsesi atau bentuk lainnya dari Otoritas Pelabuhan, yang dituangkan dalam perjanjian.

    Paragraf 5
    Badan Usaha Pelabuhan

    Pasal 93

    Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 berperan sebagai operator yang mengoperasikan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya.

    Pasal 94

    Dalam melaksanakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) Badan Usaha Pelabuhan berkewajiban:

    a.     menyediakan dan memelihara kelayakan fasilitas pelabuhan;

    b.    memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah;

    c.      menjaga keamanan, keselamatan, dan ketertiban pada fasilitas pelabuhan yang dioperasikan;

    d.    ikut menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban yang menyangkut angkutan di perairan;

    e.     memelihara kelestarian lingkungan;

    f.       memenuhi kewajiban sesuai dengan konsesi dalam perjanjian; dan

    g.     mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, baik secara nasional maupun internasional.

    Pasal 95

    Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Usaha Pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Paragraf 6
    Pembangunan dan Pengoperasian Pelabuhan

    Pasal 96

    1.     Pembangunan pelabuhan laut dilaksanakan berdasarkan izin dari:

    a.     Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul; dan

    b.    gubernur atau bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan.

    2.     Pembangunan pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan, kelestarian lingkungan, dan memperhatikan keterpaduan intra-dan antarmoda transportasi.

    Pasal 97

    1.     Pelabuhan laut hanya dapat dioperasikan setelah selesai dibangun dan memenuhi persyaratan operasional serta memperoleh izin.

    2.     Izin mengoperasikan pelabuhan laut diberikan oleh:

    a.     Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul; dan

    b.    gubernur atau bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan.

    Pasal 98

    1.     Pembangunan pelabuhan sungai dan danau wajib memperoleh izin dari bupati/walikota.

    2.     Pembangunan pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan persyaratan teknis kepelabuhanan, kelestarian lingkungan, dengan memperhatikan keterpaduan intra-dan antarmoda transportasi.

    3.     Pelabuhan sungai dan danau hanya dapat dioperasikan setelah selesai dibangun dan memenuhi persyaratan operasional serta memperoleh izin.

    4.     Izin mengoperasikan pelabuhan sungai dan danau diberikan oleh bupati/walikota.

    Pasal 99

    Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan pembangunan dan pengoperasian pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Paragraf 7
    Tanggung Jawab Ganti Kerugian

    Pasal 100

    1.     Orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha yang melaksanakan kegiatan di pelabuhan bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas pelabuhan yang diakibatkan oleh kegiatannya.

    2.     Pemilik dan/atau operator kapal bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas pelabuhan yang diakibatkan oleh kapal.

    3.     Untuk menjamin pelaksanaan tanggung jawab atas ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemilik dan/atau operator kapal yang melaksanakan kegiatan di pelabuhan wajib memberikan jaminan.

    Pasal 101

    1.     Badan Usaha Pelabuhan bertanggung jawab terhadap kerugian pengguna jasa atau pihak ketiga lainnya karena kesalahan dalam pengoperasian pelabuhan.

    2.     Pengguna jasa pelabuhan atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mengajukan tuntutan ganti kerugian.

    Bagian Ketiga
    Terminal Khusus dan Terminal
    untuk Kepentingan Sendiri

    Pasal 102

    1.     Untuk menunjang kegiatan tertentu di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan dapat dibangun terminal khusus.

    2.     Untuk menunjang kegiatan tertentu di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan dapat dibangun terminal untuk kepentingan sendiri.

    Pasal 103

    Terminal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1):

    a.     ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat;

    b.    wajib memiliki Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu; dan

    c.      ditempatkan instansi Pemerintah yang melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, serta instansi yang melaksanakan fungsi pemerintahan sesuai dengan kebutuhan.

    Pasal 104

    1.     Terminal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1) hanya dapat dibangun dan dioperasikan dalam hal:

    a.     pelabuhan terdekat tidak dapat menampung kegiatan pokok tersebut; dan

    b.    berdasarkan pertimbangan ekonomis dan teknis operasional akan lebih efektif dan efisien serta lebih menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran apabila membangun dan mengoperasikan terminal khusus.

    2.     Untuk membangun dan mengoperasikan terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, dan kelestarian lingkungan dengan izin dari Menteri.

    3.     Izin pengoperasian terminal khusus diberikan untuk jangka waktu maksimal 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan berdasarkan Undang-Undang ini.

    Pasal 105

    Terminal khusus dilarang digunakan untuk kepentingan umum kecuali dalam keadaan darurat dengan izin Menteri.

    Pasal 106

    Terminal khusus yang sudah tidak dioperasikan sesuai dengan izin yang telah diberikan dapat diserahkan kepada Pemerintah atau dikembalikan seperti keadaan semula atau diusulkan untuk perubahan status menjadi terminal khusus untuk menunjang usaha pokok yang lain atau menjadi pelabuhan.

    Pasal 107

    1.     Terminal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 yang diserahkan kepada Pemerintah dapat berubah statusnya menjadi pelabuhan setelah memenuhi persyaratan:

    a.     sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional;

    b.    layak secara ekonomis dan teknis operasional;

    c.      membentuk atau mendirikan Badan Usaha Pelabuhan;

    d.    mendapat konsesi dari Otoritas Pelabuhan;

    e.     keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran; dan

    f.       kelestarian lingkungan.

    2.     Dalam hal terminal khusus berubah status menjadi pelabuhan, tanah daratan dan/atau perairan, fasilitas penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran yang dikuasai dan dimiliki oleh pengelola terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan dan dikuasai oleh negara.

    Pasal 108

    Ketentuan lebih lanjut mengenai terminal khusus dan perubahan status terminal khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Bagian Keempat
    Penarifan

    Pasal 109

    Setiap pelayanan jasa kepelabuhanan dikenakan tarif sesuai dengan jasa yang disediakan.

    Pasal 110

    1.     Tarif yang terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan ditetapkan oleh Otoritas Pelabuhan setelah dikonsultasikan dengan Menteri.

    2.     Tarif jasa kepelabuhanan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan ditetapkan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah dan merupakan pendapatan Badan Usaha Pelabuhan.

    3.     Tarif jasa kepelabuhanan bagi pelabuhan yang diusahakan secara tidak komersial oleh Pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

    4.     Tarif jasa kepelabuhanan bagi pelabuhan yang diusahakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan merupakan penerimaan daerah.

    Bagian Kelima
    Pelabuhan yang Terbuka bagi Perdagangan Luar Negeri

    Pasal 111

    1.     Kegiatan pelabuhan untuk menunjang kelancaran perdagangan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dilakukan oleh pelabuhan utama.

    2.     Penetapan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pertimbangan:

    a.     pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional;

    b.    kepentingan perdagangan internasional;

    c.      kepentingan pengembangan kemampuan angkutan laut nasional;

    d.    posisi geografis yang terletak pada lintasan pelayaran internasional;

    e.     Tatanan Kepelabuhanan Nasional;

    f.       fasilitas pelabuhan;

    g.     keamanan dan kedaulatan negara; dan

    h.    kepentingan nasional lainnya.

    3.     Terminal khusus tertentu dapat digunakan untuk melakukan kegiatan perdagangan luar negeri.

    4.     Terminal khusus tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memenuhi persyaratan:

    a.     aspek administrasi;

    b.    aspek ekonomi;

    c.      aspek keselamatan dan keamanan pelayaran;

    d.    aspek teknis fasilitas kepelabuhanan;

    e.     fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan

    f.       jenis komoditas khusus.

    5.     Pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri ditetapkan oleh Menteri.

    Pasal 112

    1.     Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (4) dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif.

    2.     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif serta besarnya denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 113

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Bagian Keenam
    Peran Pemerintah Daerah

    Pasal 114

    Peran pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dilakukan untuk memberikan manfaat bagi pemerintah daerah.

    Pasal 115

    1.     Upaya untuk memberikan manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 pemerintah daerah mempunyai peran, tugas, dan wewenang sebagai berikut:

    a.     mendorong pengembangan kawasan perdagangan, kawasan industri, dan pusat kegiatan perekonomian lainnya;

    b.    mengawasi terjaminnya kelestarian lingkungan di pelabuhan;

    c.      ikut menjamin keselamatan dan keamanan pelabuhan;

    d.    menyediakan dan memelihara infrastruktur yang menghubungkan pelabuhan dengan kawasan perdagangan, kawasan industri, dan pusat kegiatan perekonomian lainnya;

    e.     membina masyarakat di sekitar pelabuhan dan memfasilitasi masyarakat di wilayahnya untuk dapat berperan serta secara positif terselenggaranya kegiatan pelabuhan;

    f.       menyediakan pusat informasi muatan di tingkat wilayah;

    g.     memberikan izin mendirikan bangunan di sisi daratan; dan

    h.    memberikan rekomendasi dalam penetapan lokasi pelabuhan dan terminal khusus.

    2.     Dalam hal pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan atau menyalahgunakan peran, tugas, dan wewenang, Pemerintah mengambil alih peran, tugas, dan wewenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

    BAB VIII

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    UNCLOS

    +